Tantangan PAUD di Indonesia: Mengapa Belum Masuk Wajib Belajar?

Meskipun perannya krusial bagi fondasi tumbuh kembang anak, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia masih menghadapi tantangan PAUD yang signifikan: belum masuknya jenjang ini dalam sistem wajib belajar. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen negara terhadap pendidikan anak usia dini, padahal para ahli dan praktisi pendidikan telah berulang kali menyerukan urgensi PAUD sebagai investasi masa depan bangsa. Ketidakadaan status wajib ini secara langsung berdampak pada akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh jutaan anak-anak Indonesia.

Menurut Prof. Vina Adriany, Direktur The Southeast Asian Ministers of Education Organization (Seameo Ceccep), belum masuknya PAUD ke dalam program wajib belajar merupakan tantangan PAUD yang harus segera diatasi. Beliau menekankan bahwa tahap usia dini adalah periode emas bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif seorang anak. Fondasi yang kuat di masa PAUD sangat menentukan keberhasilan mereka di jenjang pendidikan selanjutnya dan dalam kehidupan. Bayangkan jika seorang anak tidak mendapatkan stimulasi yang memadai di usia ini, bagaimana mereka bisa bersaing dengan anak-anak dari negara lain yang sudah menjadikan PAUD sebagai bagian integral dari sistem pendidikan mereka?

Salah satu dampak paling nyata dari status non-wajib ini adalah ketimpangan akses dan kualitas. Mayoritas PAUD di Indonesia adalah lembaga swasta atau berbasis komunitas, sementara PAUD negeri jumlahnya sangat minim. Kondisi ini seringkali menciptakan disparitas yang mencolok. PAUD swasta, meskipun beberapa menawarkan kualitas yang baik, seringkali mematok biaya yang tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar keluarga. Akibatnya, anak-anak dari keluarga kurang mampu berpotensi kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan pendidikan di usia dini. Pada sebuah diskusi panel tentang pendidikan inklusif pada 15 Mei 2025, perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI juga menyoroti tantangan PAUD terkait akses yang tidak merata.

Selain itu, kualitas pengajar dan fasilitas PAUD juga menjadi tantangan PAUD yang tak kalah penting. Karena tidak diatur secara ketat dalam sistem wajib belajar, standar minimum seringkali bervariasi antar lembaga. Hal ini bisa berarti bahwa beberapa PAUD mungkin tidak memiliki tenaga pendidik yang terlatih atau fasilitas yang memadai untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Padahal, pada tahun anggaran 2024, pemerintah telah mengalokasikan dana sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan PAUD, namun efektivitas penyerapannya masih perlu dievaluasi lebih lanjut untuk memastikan pemerataan kualitas.

Untuk mengatasi tantangan PAUD ini, dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah untuk mempertimbangkan integrasi PAUD ke dalam sistem wajib belajar. Ini akan membuka jalan bagi standardisasi kurikulum, peningkatan kualitas guru, dan pemerataan akses yang adil bagi semua anak Indonesia, demi masa depan generasi penerus yang lebih cerah.