Memahami dan menerima diri sendiri secara utuh, termasuk dalam aspek seksualitas, adalah langkah krusial menuju kehidupan yang sehat dan bahagia. Bagi kalangan pelajar, pendalaman orientasi seksualitas bukan hanya tentang identitas diri, melainkan juga tentang membangun rasa percaya diri, menghormati keberagaman, dan mengembangkan hubungan yang positif dengan lingkungan. Ini adalah bagian integral dari pendidikan kesehatan yang komprehensif, bertujuan untuk membentuk individu yang matang dan bertanggung jawab.
Pada hari Sabtu, 15 Februari 2025, pukul 09.00 WIB, di Aula Dinas Kesehatan Provinsi, sebuah lokakarya bertajuk “Mengenali Diri, Membangun Empati: Diskusi Orientasi Seksualitas Sehat” telah diselenggarakan. Acara ini dihadiri oleh 100 perwakilan guru Bimbingan Konseling (BK) dan tenaga kesehatan sekolah dari berbagai SMA/SMK. Dalam pembukaan lokakarya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Bapak dr. Arif Cahyono, menegaskan bahwa pendalaman orientasi seksualitas yang benar akan mengurangi stigma dan diskriminasi, serta meningkatkan kesejahteraan mental remaja. Beliau juga mengumumkan bahwa pada tahun ajaran 2025/2026, akan ada modul khusus yang membahas topik ini dalam program bimbingan konseling di sekolah menengah.
Strategi untuk mendukung pendalaman orientasi seksualitas yang sehat di kalangan pelajar mencakup beberapa pilar penting. Pertama, penyediaan informasi yang akurat dan berbasis ilmiah dari sumber yang terpercaya. Hal ini penting untuk melawan informasi yang salah atau bias yang sering ditemukan di media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan portal edukasi daring pada 1 April 2025, yang berisi materi-materi edukasi seksualitas dan kesehatan reproduksi yang telah terverifikasi.
Kedua, menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan aman bagi semua siswa, tanpa memandang orientasi seksual mereka. Ini berarti meniadakan bullying atau diskriminasi, serta memastikan bahwa semua siswa merasa dihargai dan didukung. Pelatihan “Anti-Bullying Berbasis Inklusi” untuk seluruh staf sekolah, mulai dari kepala sekolah hingga penjaga sekolah, akan dimulai pada 10 Maret 2025. Ketiga, melatih konselor sekolah dan guru untuk menjadi fasilitator yang mampu mendampingi siswa dalam proses pendalaman orientasi seksualitas mereka dengan pendekatan yang empatik dan tidak menghakimi. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pelajar Indonesia dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara fisik dan mental, menerima diri sepenuhnya, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.